Semester hari ini berjalan lancar seperti biasanya,
mungkin nanti malam aku harus begadang karena matematika menunggu di hari rabu.
It’s oke, bismillah mudahan bisa. Hari ini aku dapat coklat yang tidak sengaja
ku temukan di laci mejaku, mungkin syukron yang diam – diam meletakkannya
disana. Aneh banget karena aku merasa hari ini ada banyak cwok yang suka
padaku, ah, mungkin perasaanku saja.
Gak kerasa udah 18 tahun ya, dan hari kemarin sangat
membosankan. Terakhir ku tau ternyata Dion sudah berencana untuk menikahi kak
Dila di tahun ini, dan aku tidak suka dengan kak Dila. Dia tidak ramah padaku
bahkan cemburuan berat, padahal aku adalah calon adik ipar loh. Dan kado yang
ku terima baru ku sadari ternyata kurang, biasanya Dion memberiku kado double
setiap tahunnya, mungkin karena hadiah tahun ini terlalu mahal jadi hanya satu
(duh, maruk).
“assalamu’alaikum..”
“wa’alaikumussalam warohmatulloh” jawabku
“loh, Aini? Aini kan?” tanyanya. Aku hanya kaget
karena tidak biasanya guru mengunjungi rumahku.
“oh, Pak Rian.. Masuk dulu pak, ada Perlu apa ya?”
tanyaku.
“kamu, gak pake jilbab?” tanyanya terbata dan masih
belum melangkah dari tempatnya. Baru kusadari, jilbabku belum ku pasang sejak
ganti pakaian tadi. Segera ambil jilbab terdekat yang bisa ku raih dan langsung
ku pasang.
“maaf pak, oh ya, ada perlu apa ya?”
“Mungkin saya salah rumah, maaf, tau rumahnya Dion
gak? Dion Mahendra”
“Oh, saya adeknya Pak...” huh, tuh kan, Pasti pak rian
juga gak nyangka kalo Dion punya adek se bebel aku.
“oh gitu ya.. Dion ada?”
“Dion jam segini masih kerja pak, Pulangnya ba’da
ashar” jawabku
“yaudah kalo gitu saya pulang dlu ya, nanti salam sama
dion aja... oh, hmm,, gak usah salam dah, biar saya aja yang kasih tau, jangan
kasih tau dia saya tadi mampir ya aini”
“nggeh pak.. gak mau masuk dulu, minum dulu pak”
tawarku
“tidak usah, J saya pulang dulu ya,,
Assalamu’alaikum”
Yah, Pak Rian pulang, dia terlihat sangat canggung,
apa Dia masih inget soal kemasukan daun itu ya? Ah, gak pikirin. Skarang
waktunya istirahat siang, terus belajar. Ooh matematika menungguku...
“assalamu’alaikum”
“wa’alaikumussalam warohmatulloh” jawabku
Setelah ku buka pintu, ternyata Dion sudah ada didepan
pintu.
“ngagetin aja..! kok cepet pulang?” tanyaku
Wajahnya Pucat dan agak buru – buru, apa ada yang
salah? Apa yang terjadi? Jangan buat aku jadi takut seperti ini Dion..!!
“kita ke semarang nanti sore. Buruan siep – siep. Ibu
mana?” jawabnya dengan cepat sambil berlari ke kamarnya. Ada apa???!!! Air
mataku sepertinya tidak bisa berkompromi lagi, mataku perih tiba – tiba.
“Mbah Ratih di semarang sedang kritis, kita harus
kesana.. tadi pagi pengacaranya menelpon dan mengirimkan tiket untuk jam 04.00,
masih ada 2 jam buat beres – beres..”
“Mbah Ratih? Siapa?” tanyaku
“gak bisa dijelasin sekarang.. dia satu – satunya
nenek yang kita punya.”
“Kenapa Mbah Ratih?” Ibu muncul dari dalam, sepertinya
sangat shock. Apa sepenting itukah Mbah Ratih ini?
“Beliau katanya kena serangan jantung, dan sekarang
sedang kritis di RSUD Muhammadiyah di semarang. Kita diminta datang oleh
pengacaranya, beliau ingin bertemu sebelum menghembuskan nafas terakhir.”
jelasnya
“kalau begitu, ayo kita berangkat sekarang.” Pinta
ibu. Tidak pernah ku lihat ibu se cemas itu sebelumnya, siapa sebenarnya Mbah
Ratih yang dibicarakan mereka itu? Aku tidak pernah mendengar nama itu
sebelumnya.
“Nggak beres – beres dulu bu?” tanyaku
“gak perlu, lagian ajal tidak menunggu kita beres –
beres.” Jawabnya sembari mengambil jaket didalam lemari.
“tapi Bu, ain perlu membawa baju..” jelasku
“Kita sedang buru – buru. Terus kalau mau bawa baju,
kenapa dari tadi kamu diem aja disitu? Ambil tasmu dan bawa baju secukupnya
aja, kita gak pergi liburan.!” Jawabnya ketus, sambil memeriksa tas tangan yang
akan dibawanya.
“oh ya, Dion Udah siap belum?.. tiketnya Berapa?”
tambahnya.
“Empat Bu,” jawab Dion dari dalam kamar.
Baru saja aku membuka lemari dan memilah baju yang
akan ku bawa, ibu sudah berlari keluar menunggu taksi. Heran yang seeeee heran
– herannya, kenapa mesti se buru – buru itu.. huft..
“Dion, buruan,. Taksinya Sudah Datang..” teriak Ibu
dari luar
Hah, udah datang.. kapan ibu menelpon taksi?? Ku
dengar Dion sudah berlari Keluar, dengan segera ku jejelkan baju – baju itu
tanpa memilih dan segera keluar.
“Ain, kamu perginya belakangan aja sama Bapak. Ini
tiketnya, ibu sama Dion duluan ada yang mesti diurus. Tunggu Bapak Pulang
sebentar lagi, terus langsung kebandara, ibu tunggu disana”
Ah, ini yang paling menjengkelkan. Dengan segera taksi
melaju dengan kencangnya, meninggalkan rasa heran dan penasaran yang semakin
menggunung di pikiranku. Hanya dalam waktu 30 menit, mereka sudah bisa
membuatku jengkel dan bingung, dalam waktu yang bersamaan juga aku merasa
khawatir yang tidak tau datangnya dari mana.